Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di
atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C . Cara pengawetan dengan
suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan
dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C . Pembekuan cepat (quick
freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C . Pendinginan biasanya
dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada
macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan
dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di
dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat
membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari
penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri
pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan
masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan
sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan
yang terlalu rendah.
Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan
atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian
besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan
air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat
tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet
dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah
di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping
keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu
karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan
tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan.
Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan
makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis,
perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya
pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan
metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak,
tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta
produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi
bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah
lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki
lubang – lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan
dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic
tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
PengalenganNamun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara
pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air,
mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan
secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan
pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan
kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita
rasa.
Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi
membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat
kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant,
ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi
buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan
rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance
sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan
untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan
karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk
(1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan
pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam
larutan binomial hangat (0,05%, 520C
) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida )
dengan ketebalan 0,001 mm .
Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan
bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan
seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi
karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya
jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan
untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan
makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba
pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan
cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan
menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di
atas 1000 C .
g.Teknik fermentasi
.fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai
pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya
fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan
nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan
muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok
mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air
tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis
bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai
pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan
pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah
vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan
lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di
dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat
adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat
enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi
asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan
membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia ,
tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di
dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran
dan buah-buahan. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri
laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan,
yaitu ikan awetan dengan cara fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan
makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara
biologis yang luas penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
h.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi
energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi
adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara
sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980),
iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan
menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk
pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang
menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya
ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini
dinamakan radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetikb,aradiasi
pengion adalah radiasi partikel
Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyakg
digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan
untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio
nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.
Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah
jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor
kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan
diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau
jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang
diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan
mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor
terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses
iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul
tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa
yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses
iradiasi.
Tabel 5. Penerapan dosis dalam berbagai
penerapan iradiasi pangan
Tujuan
|
Dosis (kGy)
|
Produk
|
Dosis rendah (s/d 1 KGy)
Pencegahan pertunasan
Pembasmian serangga dan parasit
Perlambatan proses fisiologis
|
0,05 – 0,15
0,15 – 0,50
0,50 – 1,00
|
Kentang, bawang putih, bawang
Serealia, kacang-kacangan, buah segar dan
kering, ikan, daging kering
Buah dan sayur segar
|
Dosis sedang (1- 10 kGy)
Perpanjangan masa simpan
Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen
Perbaikan sifat teknologi pangan
|
1,00 – 3,00
1,00 – 7,00
2,00 – 7,00
|
Ikan, arbei segar
Hasil laut segar dan beku, daging unggas
segar/beku
Anggur(meningkatkan sari), sayuran kering
(mengurangi waktu pemasakan)
|
Dosis tinggi1 (10 – 50 kGy)
Pensterilan industri
Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan
komponennya
|
10 – 50
|
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap
hidang, makanan steril
|
1 Hanya digunakan untuk tujuan
khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui
penggunaan dosis ini
Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi
pada berbagai macam bahan pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah
ditemukan adanya senyawa yang toksik. Pengawetan makanan dengan
menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang
sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA
pada bulan november 1980. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua
bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi
manusia.
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan
yang diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan
yang diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan
yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut
selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan
No. 7 Tahun 1996.
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0303/20/232600.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar