Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah labu
takar, pipet tetes, erlenmeyer, buret, gelas ukur, kertas saring. Selanjutnya,
bahan-bahan yang digunakan adalah Pb Asetat setengah basa, Na2HPO4 10 %, KI 30
%, H2SO4 25 %, Na2S2O3 0,1 N, larutan Luff, aquades, indikator PP.
Prosedur Kerja
Contoh
sebanyak 5-10 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml serta
ditambah air aquades hingga tanda tera.
↓
Disaring dan dipipet 50 ml filtratnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan 10 ml Pb asetat setengah basa kemudian dikocok. Dites dengan tetesan larutan Na2HPO4 10 %. Bila timbul endapan putih berarti sudah cukup.
↓
Ditambahkan air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30 menit dan kemudian disaring.
Sebelum terjadi Inversi
Filtrat sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer 500 ml bertutup asah. Ditambahkan 15 ml air , dan 25 ml larutan luff.
↓
Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10 menit dengan nyala kecil. Diankat dan didinginkan cepat.
↓
Setelah dingin ditambahkan 10-15 ml KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25 % dengan pelan-pelan.
↓
Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N dan larutan kanji 0,5 % sebagai indikator setelah larutan menjadi berwarna putih kekuningan.
Setelah terjadi inversi
Filtrat sebanyak 50 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 5 ml HCL 25 % kemudian labu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60-70 0C.
↓
Dibiarkan selama 10 menit agar menginversi gula-gula.
↓
Diangkat dan didinginkan, ditambahkan NaOH 30 % hingga merah jambu
↓
Tepatkan hingga tanda tera dan kocok secukupnya.
↓
Dipipetkan 10 ml larutan ini dan tetapkan gula sesudah inversi dengan cara di atas. Dari selisih kedua penitaran dapat diahitung jumlah glukosa fruktosa atau gula invert dengan menggunakan daftar.
↓
Disaring dan dipipet 50 ml filtratnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan 10 ml Pb asetat setengah basa kemudian dikocok. Dites dengan tetesan larutan Na2HPO4 10 %. Bila timbul endapan putih berarti sudah cukup.
↓
Ditambahkan air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30 menit dan kemudian disaring.
Sebelum terjadi Inversi
Filtrat sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer 500 ml bertutup asah. Ditambahkan 15 ml air , dan 25 ml larutan luff.
↓
Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10 menit dengan nyala kecil. Diankat dan didinginkan cepat.
↓
Setelah dingin ditambahkan 10-15 ml KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25 % dengan pelan-pelan.
↓
Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N dan larutan kanji 0,5 % sebagai indikator setelah larutan menjadi berwarna putih kekuningan.
Setelah terjadi inversi
Filtrat sebanyak 50 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 5 ml HCL 25 % kemudian labu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60-70 0C.
↓
Dibiarkan selama 10 menit agar menginversi gula-gula.
↓
Diangkat dan didinginkan, ditambahkan NaOH 30 % hingga merah jambu
↓
Tepatkan hingga tanda tera dan kocok secukupnya.
↓
Dipipetkan 10 ml larutan ini dan tetapkan gula sesudah inversi dengan cara di atas. Dari selisih kedua penitaran dapat diahitung jumlah glukosa fruktosa atau gula invert dengan menggunakan daftar.
TINJAUAN
PUSTAKA
Gula
Gula adalah suatu karbohidrat
sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer
dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang
terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan
warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan.
Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula
digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Inversi Sukrosa
Inversi sukrosa menghasilkan gula
invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis
proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan cepat. Menurut
Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin besar
pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH
7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH
asam (pH 5) (Winarno 2007).
Luff Schoorl
Penentuan kadar glukosa dilakukan
dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa
jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu
sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan
biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode
yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini
didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan
kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari
tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat
ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline
dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan
kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga
(I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya
didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).
Gula Pereduksi
Gula pereduksi yaitu monosakarida
dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau
Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi Benedict dan
Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens
(Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan
metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan
refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida
tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan
lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat
menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar
masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan
bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas
(Gritter et al 1991 dalam Swantara 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan untuk
menetapkan kadar sukrosa pada berbagai jenis cairan yang mengandung gula dengan
menggunakan metode luff schoorl. Jenis cairan yang digunakan pada percobaan ini
adalah Buavita rasa apel.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Penentuan kadar glukosa dilakukan
dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa
jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu
sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan
biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode
yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini
didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan
kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari
tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat
ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan
untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel.
Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan
juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil
titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).
Penetapan kadar sukrosa pada Buavita
dengan metode ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengukuran kadar gula
sebelum inversi dan sebelum inversi. Pada percobaan ini diambil sampel sebanyak
5 gram. Adapun hasil percobaan penetapan kadar sukrosa pada Buavita dapat
dilihat dalam tabel 2.
Tabel 1 Hasil Percobaan Penetapan kadar sukrosa pada buavita
Kelompok 5 (lima)
Sampel Buavita
Berat sampel 5059,3 mg
Volume blanko 41,3 ml
Volume larutan tiosulfat sebelum inversi 40,8 ml
Volume larutan tiosulfat setelah inversi 40,5 ml
Bobot gula sebelum inverse 0,641 mg
Bobot gula setelah inverse 1,002 mg
Kadar gula sebelum inverse 3,17 mg/ml
Kadar gula setelah inverse 101,04 mg/ml
% sukrosa 0,092 %
Kelompok 5 (lima)
Sampel Buavita
Berat sampel 5059,3 mg
Volume blanko 41,3 ml
Volume larutan tiosulfat sebelum inversi 40,8 ml
Volume larutan tiosulfat setelah inversi 40,5 ml
Bobot gula sebelum inverse 0,641 mg
Bobot gula setelah inverse 1,002 mg
Kadar gula sebelum inverse 3,17 mg/ml
Kadar gula setelah inverse 101,04 mg/ml
% sukrosa 0,092 %
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa sampel yang digunakan yaitu buavita rasa apel. Sebanyak 5059,3
mg sampel digunakan untuk penetapan kadar gula asli dengan menggunakan metode
ini. Volume blanko yang digunakan adalah 41,3 ml. Dalam metode ini dilakukan
dua tahap percobaan yaitu tahap sebelum terjadi inversi dan tahap setelah
terjadi inversi. Pada tahap sebelum inversi, larutan tio yang digunakan
sebanyak 40,8 ml sehingga menghasilkan kandungan glukosa sebanyak 0,641 mg dan
kadar gulanya sebesar 3,17 mg/ml. Sedangkan pada tahap setelah inversi, larutan
tio yang digunakan sebanyak 40,5 ml sehingga menghasilkan kandungan glukosa
sebanyak 1,022 mg dan kadar gulanya sebesar 101,04 mg/ml. Persentase kadar
sukrosa diperoleh dengan cara persen gula sesudah inversi dikurangi persen gula
sebelum inversi kemudian dikalikan dengan 0,95. Setelah dilakukan perhitungan,
persentase kadar sukrosa yang terdapat pada buavita rasa apel yaitu sebesar
92,97% atau 0,092 gram/100 gram bahan.
Berdasarkan tabel nutrition fact
yang terdapat pada kemasan buavita rasa apel disebutkan bahwa kadar gula total
dalam 100 gram bahan adalah 10,4 gram. Dengan demikian, kadar gula yang
terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak sesuai dengan
kadar gula yang terdapat pada tabel nutrition fact karena persentase kadar gula
hasil percobaan ini jauh lebih rendah dari kadar gula pada nutrition fact yang
terdapat pada kemasan buavita tersebut. Hal ini dapat disebabkan, produsen
buavita menggunakan gula atau pemanis buatan yang terlalu untuk meminimalkan
biaya produksinya.
Tabel 1 Penelitian kadar sukrosa pada buavita
Kel. Sampel Sampel (mg) Blanko
(ml) Tio sblm (ml) Gula sblm inversi (mg) Gula stlh inversi (mg) Kadar gula sblm inversi
(mg) Kadar gula stlh inversi (mg) Tio stlh (ml) % sukrosa
2 Kecap 2042 41,3 40 1,68 0,2 0,2 7,05 39 6,5
3 Sirup 2035,5 41,3 37,9 4,32 0,53 0,53 4 40 3,29
4 Teh Sosro 5034,1 41,3 41 0,384 1,91 1,91 26,5 40,8 24,6
5 Buavita 5059.3 41,3 40.8 0.641 1.022 3.17 101.04 40.5 0.092
6 Freshtea 5060 41,3 40,2 1,416 0,38 6,9960 37,55 41 29.03
Kel. Sampel Sampel (mg) Blanko
(ml) Tio sblm (ml) Gula sblm inversi (mg) Gula stlh inversi (mg) Kadar gula sblm inversi
(mg) Kadar gula stlh inversi (mg) Tio stlh (ml) % sukrosa
2 Kecap 2042 41,3 40 1,68 0,2 0,2 7,05 39 6,5
3 Sirup 2035,5 41,3 37,9 4,32 0,53 0,53 4 40 3,29
4 Teh Sosro 5034,1 41,3 41 0,384 1,91 1,91 26,5 40,8 24,6
5 Buavita 5059.3 41,3 40.8 0.641 1.022 3.17 101.04 40.5 0.092
6 Freshtea 5060 41,3 40,2 1,416 0,38 6,9960 37,55 41 29.03
Berdasarkan hasil praktikum, maka
diperoleh hasil kadar sukrosa terendah ada pada Buafita sebesar 0,092%,
kemudian sirup dengan kandungan sukrosanya sebesar 3,29%, kecap dengan
kandungan sukrosanya sebesar 6,5%, kemudian Teh Botol Sosro memiliki kandungan
sukrosa sebesar 24,6%. Kandungan sukrosa tertinggi berada pada Fresh Tea yaitu
sebesar 29,3%. kandungan sukrosa pada buafita karena gula yang digunakan telah
direduksi berulang kali, sehingga kadar sukrosa yang berada di dalam Buafita
hanya sebesar 0,092%. sedangkaan pada Fresh tea kandungan sukrosanya tinggi
karena pada tidak mengalami pereduksian yang berulang-ulang.
Kesimpulan
Menentukan persen kadar gula yang
terkandung dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan cara persen gula sesudah
inversi dikurangi persen gula sebelum inversi kemudian dikalikan dengan 0,95.
Kadar gula yang terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak
sesuai dengan kadar gula yang terdapat pada tabel nutrition fact karena
persentase kadar gula hasil percobaan ini jauh lebih rendah dari kadar gula
pada nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita tersebut. Hal ini dapat
disebabkan, produsen buavita menggunakan gula atau pemanis buatan yang terlalu
untuk meminimalkan biaya produksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar