Teknik analisa canggih
Telah diketahui bahwa berbagai jenis
makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak
sengaja, telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan zat pewarna
“food grade”, yaitu yang tidak diizinkan digunakan dalam makanan.
Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas
atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah
dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut
bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan
senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan
percobaan.
Di laboratorium yang maju, analisis
pewarna makanan sudah secara rutin dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik
dan cara. Sebagian besar dari cara analisa tersebut masih berdasarkan suatu
prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat spektrophotometer. Cara tersebut
digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut secara teliti, karena itu
minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut tersedianya berbagai
pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di samping itu teknik
tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang profesional. Molar extinction
coefficient Rhodamin B adalah 106,000 M-1cm-1 pada panjang gelombang 542,75 nm.
Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mencari beberapa metoda yang praktis tetapi
teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna sintetik dan bila perlu dapat
membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan. Hal tersebut penting sekali
bagi laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan dan organisasi pelindung
konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda analisis yang cepat cara
kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna makanan dengan pewarna
tekstil. Teknik analisis tersebut seyogyanya yang cukup sederhana sehingga
mudah dilakukan di tingkat rumah tangga dan di lapangan bagi penjual zat
pewarna atau penjual makanan. Adanya kebutuhan yang mendesak tersebut juga
ditegaskan oleh JECFA.
Teknik analisa sederhana
Babu
& Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil
penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara
sederhana dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan
kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan
tersedianya peralatan khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di
lapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting dari metoda tersebut adalah
karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna
standar apapun.
Ide dari metoda sederhana ini
didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan zat pewarna
makanan sintetis, di antaranya karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda.
Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B (merah), Methanil Yellow
(kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak mudah larut dalam air.
Pada Tabel 1, dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintetik yang mudah larut
dan tidak mudah larut dalam air.
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang
diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fase tetap ( stationary) dan yang lain fase
bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan
relative dari dua fase ini (Sastrohamidjojo,1991).
Kromatografi kertas
Prinsip kerjanya adalah
kromatography kertas dengan pelarut air (PAM, destilata, atau air sumur).
Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah
akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat pewarn makanan)
lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.
Sejumlah cuplikan 30-50 g ditimbang
dalam gelas kimia 100 ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukan
benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan di atas nyala api
kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan
dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan
dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga
bebas ammonia.
Totolkan pada kertas kromatografi,
juga totolkan zat warna pembanding yang cocok (larutan pekatan yang berwarna
merah gunakan pewarna zat warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi
bawah kertas. Elusi dengan eluen 1 (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 :
30) dan eluen II (2 gr NaCl dalam 100 ml etanol 50%)
Keringkan kertas kromatografi di
udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul
Perhitungan / penentuan zat warna
dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara
membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
Kromatrogafi lapis tipis
Diantara berbagai jenis teknik
kromatrografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untukk
analisis obat di laboratorium farmasi (Stahl,1985). Kromatografi Lapis Tipis
dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion organik,
kompleks senyawa-senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik
baik yang terdapat di alam dan senyawa-senyawa organik sintetik. KLT merupakan
kromatografi adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam
adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben
yang umum dipakai ialah silica gel ( asam silikat ), alumina ( aluminum oxydae
) , kieselguhr ( diatomeus earth ) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut
yang paling bnayak dipakai adalah silica gel karena hampir semua zat dapat
dipisahkan oleh jenis adsorban ini. Sifat sifat umum dari penyerapan-penyerap
untuk kromatografi lapis tipis ini adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap
untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang penting dari penyerap adalah besar
partikel dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat bergantung
pada mereka. Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Ia bergerak dalam di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori ,
karena ada gaya kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan
tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing
bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Perbedaan migrasi
merupakan dasar pemisahan kromatografi, tanpa perbedaan dalam kecepatan migrasi
dari senyawa,tidak mungkin terjadi pemisahan.
Reaksi kimia
Cara reaksi kimia dilakukan dengan
cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut :
- HCL pekat
- H2SO4 pekat
- NaOH 10%
- NH4OH 10%
- Matriks
Keunggulan teknik analisa sederhana
ini adalah :
- Cara ini praktis untuk mengecek atau mengidentifikasi zat warna dalam kemasan yang akan digunakan untuk mengolah makanan secara spesifik. Bila akan menganalisis zat warna yang terdapat dalam makanan, harus diekstraksi dulu sehingga mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1 g/l zat pewarna.
- Para teknisi laboratorium dan lembaga konsumen, bahkan siswa SMA serta konsumen awam, kini dapat dengan mudah, cepat dan sederhana mendeteksi zat warna tekstil tersebut, bila diinginkan.
- Keunggulan lain dari metoda sederhana ini adalah tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna apa). Akan tetapi hasil uji dengan metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional. Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut tidak mengandung dyes tekstil. Hal ini penting karena terkadang hasil penelitian terbaru dapat mencabut ijin pemakaian bahan pewarna tertentu yang sebelumnya tercantum di dalam daftar pewarna yang diijinkan, seperti yang terjadi di India mengenai pemakaian Fast Red E.
disusun oleh :
Devianti ; Sri Eli Lestari ; Iin
Indrayani ; Vina Nur Syaidah
Farmasi UNISBA
Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat
pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat
ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui
Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan
Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar
berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup
melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini
juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam
tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan
sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya
dapat berfluorensi dalam sinar matahari.
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah
C28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk
kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang
akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B
juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air.
Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk
identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165⁰C.
Dalam analisis dengan metode
destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang
terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya
saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu
sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain
seperti timbaledan arsen ( Subandi ,1999). Dengan terkontaminasinya Rhodamin B
dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan
dalam makanan.
Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat
ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa
anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin
disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield-
Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi
antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida
menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan
N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.
Selain terdapat ikatan Rhodamin B
dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan konjugasi dari Rhodamin B
inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama
antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang
ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam
tubuh manusia. Atom Cl yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen,
dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan
karsinogen.
Beberapa sifat berbahaya dari
Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit
iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin
yang seperti disebutkan di atas berikatan dalam struktur Rhodamin B. Penyebab
lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut
adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil.
Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin (senyawa halogen), sifat
halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan
demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha
mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam
tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia.
Klorin sendiri pada suhu ruang
berbentuk sebagai gas. Sifat dasar klorin sendiri adalah gas beracun yang
menimbulkan iritasi sistem pernafasan. Efek toksik klorin berasal dari kekuatan
mengoksidasinya. Bila klorin dihirup pada konsentrasi di atas 30ppm, klorin
mulai bereaksi dengan air dan sel-sel yang berubah menjadi asam klorida (HCl)
dan asam hipoklorit (HClO).
Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun reaksi
klorin dengan air sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan manusia,
bahan-bahan lain yang hadir dalam air dapat menghasilkan disinfeksi produk
sampingan yang dapat merusak kesehatan manusia. Klorit yang digunakan sebagai
bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam renang pun berbahaya, jika terkena
akan mennyebabkan iritasi pada mata dan kulit manusia.
Ciri makanan yang mengandung
Rhodamin B:
1. Warna kelihatan cerah
(berwarna-warni), sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit (terutama
pada sirop atau limun).
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan
setelah mengonsumsinya.
4. Baunya tidak alami sesuai
makanannya
5. Harganya Murah seperti saus yang
cuma dijual Rp. 800 rupiah per botol
Disusun oleh : Devianti ; Sri Eli
Lestari ; Iin Indrayani ; Vina Nur Syaidah
Farmasi UNISBA
Bahan pewarna makanan terbagi dalam
dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia,
peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk
pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan
pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk
tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat
berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna
tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu
harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat
pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan
pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non pangan. Lagipula warna
dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.
Pewarna alami diperoleh dari tanaman
ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di
sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau),
karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah).
Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya,
dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan
efek samping bagi tubuh (Anonim, 2008)
Pewarna buatan untuk makanan
diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan
kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara
kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
- Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
- Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
- Warna biru : biru berlian
Tabel : Pembagian pewarna sintetis
berdasarkan kemudahannya larut dalam air.
No
|
Pewarna Sintetis
|
Warna
|
Mudah larut di air
|
1
|
Rhodamin B
|
Merah
|
Tidak
|
2
|
Methanil Yellow
|
Kuning
|
Tidak
|
3
|
Malachite Green
|
Hijau
|
Tidak
|
4
|
Sunset Yelow
|
Kuning
|
Ya
|
5
|
Tatrazine
|
Kuning
|
Ya
|
6
|
Brilliant Blue
|
Biru
|
Ya
|
7
|
Carmoisine
|
Merah
|
Ya
|
8
|
Erythrosine
|
Merah
|
Ya
|
9
|
Fast Red E
|
Merah
|
Ya
|
10
|
Amaranth
|
Merah
|
Ya
|
11
|
Indigo Carmine
|
Biru
|
Ya
|
12
|
Ponceau 4R
|
Merah
|
Ya
|
Kelebihan pewarna buatan dibanding
pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski
jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna
buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan
pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran
pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami,
maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan
(Anonim, 2008).
Proses pembuatan zat warna sintetis
biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering
kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada
pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu
senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal
dalam hal akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat
pewarna yang tidak boleh ada.
Zat warna yang akan digunakan harus
menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses
sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
http://kimiafarmasi.wordpress.com/tag/zat-pewarna-makanan/