Jumat, 28 September 2012

analisa protein KJEDAHL


Protein adalah senyawa organik kompleks dengan BM tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor.
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling esensial dalam tubuh manusia karena merupakan salah satu makronutrien yang sangat dibutuhkan.
Metode Kjeldahl merupakan metode untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Prinsip analisis cara Kjeldahl adalah bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Kekurangan cara analisis ini adalah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatin, dan kreatinin ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Bahkan melamin yang beberapa waktu lalu sempat menggemparkan publik juga dapat teridentifikasi sebagai protein karena memiliki atom N dalam senyawanya.
Analisis nitrogen dan protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut. Dalam praktikum ini kami menggunakan Metode Kjeldahl. 
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, dan amonia yang terbentuk disuling dengan uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. 
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
  1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi pemecahan menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat.
2.    Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam Seng (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya ditangkap oleh HCl atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebih dan terukur. Supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam larutan asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3.    Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan HCl maka sisa HCl yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan HCl 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Hasil akhir inilah yang dihitung sebagai kadar protein total dalam bahan makanan tersebut.



Senin, 17 September 2012

contoh PENETAPAN KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHOORL

a
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah labu takar, pipet tetes, erlenmeyer, buret, gelas ukur, kertas saring. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah Pb Asetat setengah basa, Na2HPO4 10 %, KI 30 %, H2SO4 25 %, Na2S2O3 0,1 N, larutan Luff, aquades, indikator PP.

Prosedur Kerja
Contoh sebanyak 5-10 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml serta ditambah air aquades hingga tanda tera.

Disaring dan dipipet 50 ml filtratnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan 10 ml Pb asetat setengah basa kemudian dikocok. Dites dengan tetesan larutan Na2HPO4 10 %. Bila timbul endapan putih berarti sudah cukup.

Ditambahkan air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30 menit dan kemudian disaring.

Sebelum terjadi Inversi
Filtrat sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer 500 ml bertutup asah. Ditambahkan 15 ml air , dan 25 ml larutan luff.

Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10 menit dengan nyala kecil. Diankat dan didinginkan cepat.

Setelah dingin ditambahkan 10-15 ml KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25 % dengan pelan-pelan.

Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N dan larutan kanji 0,5 % sebagai indikator setelah larutan menjadi berwarna putih kekuningan.

Setelah terjadi inversi
Filtrat sebanyak 50 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 5 ml HCL 25 % kemudian labu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60-70 0C.

Dibiarkan selama 10 menit agar menginversi gula-gula.

Diangkat dan didinginkan, ditambahkan NaOH 30 % hingga merah jambu

Tepatkan hingga tanda tera dan kocok secukupnya.

Dipipetkan 10 ml larutan ini dan tetapkan gula sesudah inversi dengan cara di atas. Dari selisih kedua penitaran dapat diahitung jumlah glukosa fruktosa atau gula invert dengan menggunakan daftar.



TINJAUAN PUSTAKA

Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Inversi Sukrosa
Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5) (Winarno 2007).

Luff Schoorl
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).

Gula Pereduksi
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter et al 1991 dalam Swantara 1995).



HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan untuk menetapkan kadar sukrosa pada berbagai jenis cairan yang mengandung gula dengan menggunakan metode luff schoorl. Jenis cairan yang digunakan pada percobaan ini adalah Buavita rasa apel.

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).
Penetapan kadar sukrosa pada Buavita dengan metode ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengukuran kadar gula sebelum inversi dan sebelum inversi. Pada percobaan ini diambil sampel sebanyak 5 gram. Adapun hasil percobaan penetapan kadar sukrosa pada Buavita dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 1 Hasil Percobaan Penetapan kadar sukrosa pada buavita
Kelompok 5 (lima)
Sampel Buavita
Berat sampel 5059,3 mg
Volume blanko 41,3 ml
Volume larutan tiosulfat sebelum inversi 40,8 ml
Volume larutan tiosulfat setelah inversi 40,5 ml
Bobot gula sebelum inverse 0,641 mg
Bobot gula setelah inverse 1,002 mg
Kadar gula sebelum inverse 3,17 mg/ml
Kadar gula setelah inverse 101,04 mg/ml
% sukrosa 0,092 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan yaitu buavita rasa apel. Sebanyak 5059,3 mg sampel digunakan untuk penetapan kadar gula asli dengan menggunakan metode ini. Volume blanko yang digunakan adalah 41,3 ml. Dalam metode ini dilakukan dua tahap percobaan yaitu tahap sebelum terjadi inversi dan tahap setelah terjadi inversi. Pada tahap sebelum inversi, larutan tio yang digunakan sebanyak 40,8 ml sehingga menghasilkan kandungan glukosa sebanyak 0,641 mg dan kadar gulanya sebesar 3,17 mg/ml. Sedangkan pada tahap setelah inversi, larutan tio yang digunakan sebanyak 40,5 ml sehingga menghasilkan kandungan glukosa sebanyak 1,022 mg dan kadar gulanya sebesar 101,04 mg/ml. Persentase kadar sukrosa diperoleh dengan cara persen gula sesudah inversi dikurangi persen gula sebelum inversi kemudian dikalikan dengan 0,95. Setelah dilakukan perhitungan, persentase kadar sukrosa yang terdapat pada buavita rasa apel yaitu sebesar 92,97% atau 0,092 gram/100 gram bahan.
Berdasarkan tabel nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita rasa apel disebutkan bahwa kadar gula total dalam 100 gram bahan adalah 10,4 gram. Dengan demikian, kadar gula yang terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak sesuai dengan kadar gula yang terdapat pada tabel nutrition fact karena persentase kadar gula hasil percobaan ini jauh lebih rendah dari kadar gula pada nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita tersebut. Hal ini dapat disebabkan, produsen buavita menggunakan gula atau pemanis buatan yang terlalu untuk meminimalkan biaya produksinya.
Tabel 1 Penelitian kadar sukrosa pada buavita
Kel. Sampel Sampel (mg) Blanko
(ml) Tio sblm (ml) Gula sblm inversi (mg) Gula stlh inversi (mg) Kadar gula sblm inversi
(mg) Kadar gula stlh inversi (mg) Tio stlh (ml) % sukrosa
2 Kecap 2042 41,3 40 1,68 0,2 0,2 7,05 39 6,5
3 Sirup 2035,5 41,3 37,9 4,32 0,53 0,53 4 40 3,29
4 Teh Sosro 5034,1 41,3 41 0,384 1,91 1,91 26,5 40,8 24,6
5 Buavita 5059.3 41,3 40.8 0.641 1.022 3.17 101.04 40.5 0.092
6 Freshtea 5060 41,3 40,2 1,416 0,38 6,9960 37,55 41 29.03
Berdasarkan hasil praktikum, maka diperoleh hasil kadar sukrosa terendah ada pada Buafita sebesar 0,092%, kemudian sirup dengan kandungan sukrosanya sebesar 3,29%, kecap dengan kandungan sukrosanya sebesar 6,5%, kemudian Teh Botol Sosro memiliki kandungan sukrosa sebesar 24,6%. Kandungan sukrosa tertinggi berada pada Fresh Tea yaitu sebesar 29,3%. kandungan sukrosa pada buafita karena gula yang digunakan telah direduksi berulang kali, sehingga kadar sukrosa yang berada di dalam Buafita hanya sebesar 0,092%. sedangkaan pada Fresh tea kandungan sukrosanya tinggi karena pada tidak mengalami pereduksian yang berulang-ulang.




Kesimpulan
Menentukan persen kadar gula yang terkandung dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan cara persen gula sesudah inversi dikurangi persen gula sebelum inversi kemudian dikalikan dengan 0,95. Kadar gula yang terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak sesuai dengan kadar gula yang terdapat pada tabel nutrition fact karena persentase kadar gula hasil percobaan ini jauh lebih rendah dari kadar gula pada nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita tersebut. Hal ini dapat disebabkan, produsen buavita menggunakan gula atau pemanis buatan yang terlalu untuk meminimalkan biaya produksinya.

a

Analisa Gula Reduksi Metode Luff Schoorl


Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008). Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu contoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman, 1992). Semua monosakarida(glukosa, fruktosa,galaktosa) dandisakarida(laktosa,maltosa) termasuk sebagai gula pereduksi, kecualisukrosadan pati( polisakarida),. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitasenzim, dimana semakintinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan.Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa.
            Galaktosa merupakan gulayang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu(laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasukisiklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dariCerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).C.Ciri-cirinya • Umumnya gula-gula pereduksi mempunyai struktur hemiasetal atauhemiketal, sedangkan gula-gula nonpereduksi termasuk ke dalamketal atau asetal. • adanya gugus aldehid atau keton bebas dalam molekul karbohidratD.
Metode analisisnyaLarutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakaridaadalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebutadalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion Cu2+menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi itusendiri akan berubah menjadi asam.Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksiasam dinitro salisilat/ dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.
 Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu : 1. Penentuan Cu tereduksi dengan I2 2. Menggunakan prosedur Lae-Eynon Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut : R-CHO + 2 Cu2+ R-COOH + Cu2O 2 Cu2+ + 4 I- Cu2I2 + I2 2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I- Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen. Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.

mekanisme

sdsdsd
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel). Pelarut yang digunakan adalah hexane dengan titik didih 60-80°C. Hexana digunakan karena lemak larut dalam pelarut organik.
Thimble (selongsong) yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan (Darmasih, 1997).

Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar condenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble.
Prinsip ini merupakan prinsip kondensasi. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 2 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih, 1997).
            Labu lemak yang akan digunakan, sebelumnya harus di oven terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air atau lemak yang menempel pada labu. Setelah di oven, labu lemak disimpan didalam desikator yang berisi silika gel. Silika gel berfungsi sebagai penyerap air dan menyeimbangkan suhu labu lemak agar dingin ketika penimbangan.
            Setelah proses soxhletasi selesai, maka labu lemak harus dikeringkan didalam oven 1050C selama 30 menit hingga aroma hexana tidak tercium. Pada sampel kuping gajah, lemak yang terbentuk adalah lemak cair dan memiliki aroma khas lemak.
Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa kadar lemak kue kuping gajah adalah 20,871 %. Hal ini dapat disebabkan dari bahan dan proses pembuatan kue kuping gajah yang digoreng, sehingga kadar lemak yang diperoleh besar.
Kadar lemak yang diperoleh dengan yang berdasarkan Nutrition Fact sangat jauh lebih rendah yaitu sekitar 6,9% (TKPI, 2008) . Hal ini kemungkinan karena proses ekstraksi yang kurang maksimal, banyaknya sirkulasi 3 kali. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut.
mes